KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Saat ini KPK dipimpin bersama oleh 4 orang wakil ketuanya, yakni Chandra Marta Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mochammad Jasin, dan Hayono Umar, setelah Perpu Plt. KPK ditolak oleh DPR. Pada 25 November, M. Busyro Muqoddas terpilih menjadi ketua KPK setelah melalui proses pemungutan suara oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Selama peran institusi penegakan hukum seperti kejaksaan dan kepolisian belum maksimal, maka lembaga anti korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasa masih sangat dibutuhkan oleh Indonesia. Terlebih, apabila korupsi masih merajalela dan koruptor masih terus berkembang.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana usai acara diskusi 'KPK Dibubarkan atau Diperkuat' di kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Oktober 2011.
Hal itu disampaikan oleh Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana usai acara diskusi 'KPK Dibubarkan atau Diperkuat' di kantor DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Oktober 2011.
Komisi pemberantasan korupsi mempunyai tugas :
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
3. Melakukan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5. Mengadakan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, komisi pemberantasan korupsi berwenang :
1. Mengkoordinasi penyelidikan,penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
2. Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap instansi yang terkait
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi
PERAN KPK DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
A. LATAR BELAKANG
Perang terhadap korupsi merupakan focus yang sangat signifikan dalam suatu Negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu unsure yang sangat penting dari penegakan hokum dalam suatu Negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imun, meluas, permanent dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang wilayah.
KPK sebagai lembaga independent, artinya tidak boleh ada intervensi dari pihak lain dalam penyelidikannya agar diperoleh hasil sebaik mungkin. KPK juga sebagai control sososial dimana selama ini badan hukum kita masih mandul. Contohnya seperti terungkapnya kasus Nyonya Artalita, dimana aparat hukum kita yang seharusnya membongkar kasus korupsi justru bisa disuap oleh Nyonya Artalita dan yang akhirnya berhasil dibongkar oleh KPK.
Jika ada beberapa pejabat yang teriak-teriak karena ulah KPK, harus dipertanyakan kembali kepada para pejabat itu, berteriak karena takut ikut terseret ataukah konpensasi atas kesalahan sendiri? Dan perlu kita pertanyakan kembali mengapa tidak berani teriak ketika kantong terisi uang haram?. KPK juga sebagai barometer Negara terhadap pandangan Negara lain. Mungkin korupsi di Indonesia sebagai fenomena gunung es dan mungkin hanya 0,5 persen saja yang terbongkar. Tapi justru membanggakan karena taring-taring keadilan mulai tumbuh. Kita melihatnya takut karena kita selama ini terbiasa dibius oleh rezim sebelumnya dan menganggap aneh apabila keadaan itu memerlukan konsekuensi yang berat. Berbagai upaya dilakukan untuk mengusik eksistensi KPK. Ada yang langsung meminta pembubaran ataupun mengamputasi peran KPK secara terselubung.
KPK memang lahir atas keinginan politik parlemen pada saat awal lahirnya KPK, dimana sebagian anggota parlemen “bersih” berharap pemberantasan korupsi lebih intensif, oleh karenanya bukan tidak mungkin KPK secara politik dibubarkan atau kewenangan diamputasi melalui tangan sebagian anggota parlemen yang “kotor”. Di negeri yang korup, pasti banyak pihak yang begitu kaget dan berusaha sekuat daya melawan KPK. Adanya upaya penyempitan peran KPK diindikasikan dengan tidak adanya parpol yang secara institusional mendukung upaya KPK untuk memberantas korupsi. Itu terjadi karena parpol gamang dan takut. Kegamangan dan ketakutan ini muncul karena parpol episentrum korupsi di Indonesia.
Lahirnya KPK didasarkan pada perkembangan pemikiran di dunia hokum bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Label demikian dianggap tepat untuk disematkan dalam konteks Indonesia, mengingat daya rusak praktek korupsi telah mencapai level tinggi. Maka, tidak mengherankan jika hingga hari ini Indonesia masih terjebak dalam suatu kondisi sosial ekonomi dan politik yang memprihatinkan. Indikasinya bisa dilihat dari deretan angka kemiskinan yang timbul, besarnya tingkat pengangguran, rendahnya indeks sumber daya manusia Indonesia, serta rendahnya kualitas demokrasi.
1. UPAYA KPK DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT TINGGI DAN ELIT POLITIK
Indonesia merupakan Negara dunia kegita, yang dalam artian bahwa Indonesia tergolong dalam kelompok Negara berkembang. Dalam proses perkembangan itu, Indonesia mencoba mensejajarkan diri dengan Negara-negara Eropa yang sudah terlebih dahulu mencapai kemajuan. Perkembangan dalam dunia politik juga tidak kalah cepatnya disbanding dengan perkembangan sendi-sendi kehidupan lainnya seperti ekonomi dan ilmu pengetahuan.
Sebagai Negara berkembangan, politik yang terjadi di Negara itu sendiri yang dalam hal ini adalah Indonesia masih dalam tahap pendewasaaan. Sehingga masih banyak terlihat kekurangan dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Demikian juga dengan sikap para elit politik Indonesia yang masih tergolong haus akan kekuasaan. Oleh karena banyak kita temui kecurangan dalam pelaksanaan politik di Indonesia. Baik dari sikap para pejabat tinggi Negara maupun para elit politik tersebut. Seakan-akan mereka haus akan harta dan tahta. Bukan sekedar menjalanakan tugas dan kewajiban untuk mensejahterakan rakyat.
Melihat dari sikap para pejabat dan elit politik yang cenderung korup itu, maka dibentuk suatu badan independen yang khusus menangani masalah korupsi. Dalam hal ini badan tersebut memiliki kewenangan penuh untuk melacak dan menangkap para pelaku korupsi yang telah terbukti melakukannya. Yang dalam perekrutan anggotanya harus benar-benar bersih dan memiliki profesional tinggi serta perspektif yang kuat sehingga dapat melihat secara lebih tajam persoalan mendasar dari masalah merajalelanya korupsi. Sudah seharusnya desain program dan kebijakan pemberantasan korupsi harus bercermin pada tipologi korupsi yang mendominasi. Bukan sekedar menjalankan tugas dan kewajiban untuk memberantas korupsi sebagaimana mandate Undang-undang tapi tanpa bekal yang cukup memadai.
Dalam pelaksanaannya KPK yang memiliki kewenangan penuh untuk menangkap dan menyelidiki kasus tindak pidana korupsi. Tidak dapat kita pungkiri dengan kewenangan itu pula, KPK menjadi mimpi buruk bagi para pejabat dan elit politik yang korupsi. Karena KPK dapat menangkap para pelaku korupsi yang telah di curigai kapanpun dan dimana pun. Seperti yang telah kita lihat pada akhir-akhir ini. Dalam kasus penangkapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan yang ditangkap langsung oleh KPK dengan mencegat mobilnya di pinggir jalan. Demikian juga dengan pemeriksaan KPK terhadap tersangka kasus korupsi Al Amin Nasution, KPK tanpa segan-segan menggeledah kantor anggota DPR RI tersebut.
Melihat dari sikap KPK yang tergolong tegas dan tepat itu, mungkin menjadi terapi shock kepada para koruptor lainnya. Secara tidak langsung kewenagan KPK yang terkadang dianggap melanggar privasi seseorang ini, menjadi salah satu hal yang dapat membuat orang untuk berpikir ulang untuk melakukan tindak pidana korupsi karena takut di tangkap oleh KPK yang datang seperti angin tanpa bisa diduga.
2. PENGARUH TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT DAN ELIT POLITIK TERHADAP RAKYAT KECIL
Dalam kenyataannya, perbuatan korupsi yang telah dilakukan oleh para pejabat tinggi Negara dan elit politik yang sepertinya sudah menjadi warisan dari rezim Orde Baru dan telah menyisakan penderitaan bagi rakyat Indonesia yang hingga kini belum dapat diatasi. Korupsi yang telah terjadi selama bertahun-tahun memasuki setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat banyak, terutama rakyat kecil yang tidak tahu-menahu dengan urusan politik.
Sikap korup para pejabat tinggi Negara dan elit politik telah memporak-porandakan perekonomian Negara pada khususnya. Korupsi miliaran bahkan triliunan rupiah telah menghisap habis yang seharusnya menjadi hak rakyat Indonesia sebagai warga Negara. Korupsi yang terjadi bukan hanya dalam satu departemen saja. Sepertinya setiap departemen berlomba untuk korupsi. Banyak dana Negara yang hilang entah kemana dan penggunaannya tanpa tujuan yang jelas. Kebanyakan dana itu masuk ke kantong pribadi ataupun kelompok tertentu yang dengan sengaja menyelewengkan dana tersebut untuk kepentingan sendiri atau kelompok.
Akibatnya banyak rakyat yang sampai saat ini tidak dapat memperoleh haknya. Misalnya seperti korupsi terhadap dana kesehatan, pendidikan ataupun subsidi BBM yang harusnya direalisasikan demi kepentingan masyarakat Indonesia yang khususnya masyarakat miskin. Namun karena dana-dana tersebut telah dikorupsikan sebelum sampai ke tangan orang yang berhak, sehingga banyak rakyat yang kurang mampu tidak dapat mengecap pendidikan, tidak dapat berobat serta tidak mampu membeli minyak untuk kebutuhan sehari-hari. Sedikit banyaknya masyarakat miskin di Indonesia, dapat kita katakan akibat dari korupsi yang merajalela di kalangan pejabat dan elit politik. Suatu Negara akan maju dan berkembang apabila didukung dengan pemerintahan yang bersih.
Kasus Korupsi dalam KPK
Endro Laksono yang menjadi tersangka kasus korupsi resmi diserahkan kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tersangka Endro diserahkan oleh penyidik Bareskrim beserta barang bukti slip transfer uang sejumlah Rp 174 juta yang dikorupsinya pada 2009 silam.
tersangka Endro dijerat pasal 8 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Endro disangka melakukan penggelapan uang anggaran Deputi Pencegahan KPK sebesar Rp 388 juta.
"Artinya yang bersangkutan sebagai pejabat atau petugas yang diberi kewenangan untk melakukan Pekerjaan umum, melakukan penggelapan uang sejumlah Rp 388 juta di kantor KPK, Rasuna, Barang bukti berupa slip atau bukti transfer Rp 174 juta ke Bank BNI cabang Subang atas nama Lina Karlina (anak tersangka-red). Dia transfer selama Februari 2009 - Desember 2009," tutur salah seorang jaksa penuntut umum perkara ini, Sukma kepada wartawan secara terpisah. Sisanya dia kirim cash ke seorang dukun di Subang, Samsul Maarif. Diserahkan secara tunai disaksikan oleh istri dan anaknya," terangnya.
"Artinya yang bersangkutan sebagai pejabat atau petugas yang diberi kewenangan untk melakukan Pekerjaan umum, melakukan penggelapan uang sejumlah Rp 388 juta di kantor KPK, Rasuna, Barang bukti berupa slip atau bukti transfer Rp 174 juta ke Bank BNI cabang Subang atas nama Lina Karlina (anak tersangka-red). Dia transfer selama Februari 2009 - Desember 2009," tutur salah seorang jaksa penuntut umum perkara ini, Sukma kepada wartawan secara terpisah. Sisanya dia kirim cash ke seorang dukun di Subang, Samsul Maarif. Diserahkan secara tunai disaksikan oleh istri dan anaknya," terangnya.
tersangka Endro resmi ditangkap penyidik pada September 2011, Hal ini berbeda dengan pernyataan KPK sebelumnya yang menyebut bahwa Endro sudah mengembalikan uang sebesar Rp 389 juta, yang sempat dia gelapkan pada 2009 silam.
Kasus ini berawal saat pengawasan internal KPK yang tengah mengaudit laporan keuangan KPK per tiga bulan, menemukan ada perhitungan yang salah. Setelah ditelusuri, kemudian ditemukan adanya uang yang digelapkan oleh Endro. Endro ditengarai menggelapkan uang sekitar Rp 200 juta.
Terhadap tindakannya ini, Endro kemudian diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pegawai. Dan berdasarkan bukti yang ada, Endro akhirnya dipecat dari KPK. Kemudian pada Maret 2011 lalu, KPK pun melaporkan Endro ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penggelapan uang.
Kasus ini berawal saat pengawasan internal KPK yang tengah mengaudit laporan keuangan KPK per tiga bulan, menemukan ada perhitungan yang salah. Setelah ditelusuri, kemudian ditemukan adanya uang yang digelapkan oleh Endro. Endro ditengarai menggelapkan uang sekitar Rp 200 juta.
Terhadap tindakannya ini, Endro kemudian diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pegawai. Dan berdasarkan bukti yang ada, Endro akhirnya dipecat dari KPK. Kemudian pada Maret 2011 lalu, KPK pun melaporkan Endro ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penggelapan uang.